Baca Juga
Ambon Bisnis -- PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI akan memanfaatkan stimulus pemerintah berupa pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk pembelian mobil dan stimulus dari Bank Indonesia (BI) berupa uang muka (down payment/DP) nol persen untuk pembelian rumah guna mendongkrak pembiayaan konsumer pada tahun ini.
Dilansir dari cnnindonesia.com, Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan stimulus dari pemerintah dan BI akan dimanfaatkan karena baru saja diberikan ke masyarakat di tengah mulainya operasional bank usai aksi merger tiga bank BUMN syariah.
"Stimulus ini akan memberikan harapan penjualan mobil yang meningkat, pembiayaan bisa kita berikan secara optimal dari sisi oto financing," ujar Hery di acara Money Talks CNBC Indonesia, Kamis (4/3).
Begitu pula dengan stimulus DP nol persen untuk pembelian rumah.
"Ini memberikan ruang untuk consumer banking, produk griya dan bisa menumbuhkan pembiayaan perumahan kita," ucapnya.
Selain bertepatan dengan banjir stimulus, Hery mengatakan BSI akan fokus ke pembiayaan konsumer pada tahun ini karena beberapa produk lain sudah sangat matang dan menjanjikan. Misalnya, mitra guna yang merupakan pembiayaan bagi nasabah berbasis payroll.
"Target segmennya pegawai negeri, pegawai BUMN, pegawai pemda, TNI/Polri, dokter, notaris, dan yang lain ini menjadi target market kita," ungkapnya.
Lalu, ada juga bidang usaha gadai emas dan cicil emas.
"Memang unik bidang syariah ini karena punya bidang usaha seperti ini, ini tetap kami dorong," imbuhnya.
Fokus pembiayaan kredit ini merupakan basis yang sudah dimiliki BSI, khususnya dari BNI Syariah yang merupakan salah satu anggota merger. Setelah fokus ke konsumer, Hery mengatakan BSI juga akan getol memberi pembiayaan ke usaha mikro dan kecil.
Pembiayaan usaha mikro merupakan lini utama bisnis BRI Syariah dulu, yang kini juga melebur ke BSI. "Ini merupakan sektor-sektor yang bisa memberi peluang untuk tumbuh," tuturnya.
Baru setelah dua segmen itu, BSI akan mematangkan pengembangan bisnis di segmen wholesale banking yang sebelumnya kuat di Bank Syariah Mandiri (BSM). Segmen wholesale ini lebih ke pembiayaan proyek pemerintah yang mendapat jaminan pembayaran atau pendanaan dari APBN.
"Ini juga kita ikut di sini. Jadi kita akan fokus di konsumer dulu dan kita berusaha kembangkan wholesale banking ke depan," terangnya.
Di samping pembiayaan, BSI tentunya tak akan mengabaikan peluang pendapatan non-bunga alias fee based income dari transaksi digital. Apalagi, pandemi virus corona atau covid-19 telah mengubah pola perilaku masyarakat yang semula sering mengandalkan transaksi tunai dan di kantor cabang, kini serba digital.
Tercatat, transaksi di kantor cabang turun sekitar 26-27 persen sejak tahun lalu. Sementara transaksi di mobile banking naik drastis sekitar 70-75 persen.
"Ini menandakan nasabah sangat yakin melakukan transaksi via elektronik terutama mobile banking. Ini tumpuan bagi BSI untuk mendapatkan fee based income," jelasnya.
Secara indikator bank, BSI memasang target pertumbuhan pembiayaan sebesar 7-8 persen pada tahun ini. Target ini agak lebih rendah dari realisasi rata-rata pembiayaan tiga bank pada tahun lalu sekitar 8-9 persen.
Lalu, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dibidik di kisaran 12-13 persen dan aset 12-13 persen. Hery mengatakan target ini cukup realistis karena bank syariah memang punya kelebihan di tengah krisis ekonomi akibat pandemi covid-19.
"Bahkan bisnis model kita lebih resilient, model profit and lose sharing atau bagi hasil ini dengan pola nisbah ini beri fleksibelitas. Bagi hasil ini memberikan kemudahan bagi kedua pihak ketika kondisi tidakk memungkinkan dan buktinya memang walau pun krisis, bank syariah masih lebih baik," tekannya.
Kendati begitu, Hery ingin pertumbuhan industri bank syariah di dalam negeri bisa lebih tinggi lagi. Sebab, aset bank syariah baru sekitar 5-6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Potret ini tertinggal dari negara-negara lain yang juga berkembang keuangan syariahnya. Malaysia misalnya, aset bank syariahnya sudah mencapai 29-30 persen, Dubai lebih dari 35 persen, dan Bahrain di atas 40 perseb.
"Ini menunjukkan mereka lebih dulu dan beri perhatian kepada perbankan dan keuangan syariahnya," tandasnya.
Keinginan ini semakin besar setelah berkomunikasi dengan CEO Dubai Islamic Bank Adnan Chilwan pada Rabu (3/3) kemarin. Mulanya, kata Hery, Dubai Islamic Bank mengaku antusias dengan hasil merger tiga bank syariah pelat merah di Indonesia, sehingga bank asal Uni Emirat Arab itu mulai menjalin komunikasi dengan BSI.
Dari hasil komunikasi, kedua bank sepakat ingin menjajaki kemungkinan kerja sama dalam pemasaran surat utang syariah alias sukuk global, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di industri syariah, hingga mencicip pasar timur tengah melalui pembiayaan dan pengembangan produk bank di sana.
"Kami ingin bench marking apa saja yang sudah dilakukan Dubai Islamic Bank dan kalau cocok, kita terapkan di BSI, termasuk soal risk management. Ada keinginan kita juga untuk penetrasi pasar middle east dan sukuk global bagi WNI yang butuh," katanya.
Untuk mencapai target ini, BSI berencana mendirikan kantor atau unit kerja di kawasan timur tengah untuk membantu penyerapan dan penyaluran sukuk global pemerintah Indonesia. Jika terealisasi, rencana ini akan membuat semakin banyak investor luar negeri yang tertarik berinvestasi sesuai syariat Islam untuk mendanai proyek-proyek pembangunan di Indonesia.
"Kami bisa kerja sama dengan Dubai Islamic Bank yang punya channel dan punya market di sana," pungkasnya.
Sumber : cnnindonesia.com