Menkes RI Tanggapi Peringatan WHO tentang Potensi Bahaya Talc dalam Bedak Bayi
AmbonBisnis.com, JAKARTA - Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI), Budi Gunadi Sadikin, menyatakan pihaknya sedang melakukan koordinasi terkait peringatan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyebutkan bahwa Talc, salah satu bahan baku pada bedak bayi tabur, dapat memicu pertumbuhan sel kanker.
Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa saat ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sedang berkoordinasi dengan Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Rizka Andalucia, untuk meneliti penggunaan Talc dalam produk bedak bayi yang beredar di Indonesia. Selain itu, Kemenkes juga sedang menyelidiki apakah Talc telah melewati tahap penelitian yang ketat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Saya, tuh, sekarang sedang bicara dengan Ibu Rizka karena saya masih perlu dijelaskan, ini bedak bayi tabur yang mana di Indonesia? Ada atau enggak?" kata Budi setelah rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Jakarta, Senin (8/7/2024).
Budi menambahkan bahwa mereka sedang berdiskusi untuk memastikan apakah BPOM telah melakukan penelitian terkait dampak Talc dalam bedak bayi tabur. "Saya harap mungkin minggu ini sudah bisa ada penjelasan yang lebih pasti," lanjutnya.
WHO baru-baru ini mengeluarkan peringatan bahwa Talc yang sering digunakan sebagai bahan dasar bedak bayi tabur dapat berpotensi bersifat karsinogenik atau memicu kanker pada manusia. Menurut laporan dari Science Alert yang mengutip AFP, lembaga penelitian kanker dari WHO, International Agency for Research on Cancer (IARC), telah mengklasifikasikan Talc sebagai "berpotensi karsinogenik" bagi manusia.
Dalam pernyataannya, IARC menyebutkan bahwa terdapat bukti yang cukup bahwa Talc dapat menyebabkan kanker pada tikus dan menunjukkan tanda-tanda karsinogenik pada sel manusia. Bukti yang ada juga menunjukkan peningkatan angka kanker ovarium pada perempuan yang menggunakan bedak berbasis Talc pada alat kelaminnya.
Meskipun ada bukti yang mengaitkan Talc dengan kanker, perdebatan tentang peran Talc dalam menyebabkan kanker masih berlanjut. Ahli statistik dari Universitas Terbuka Inggris, Kevin McConway, yang tidak terlibat dalam penelitian IARC, berpendapat bahwa penelitian ini hanya bersifat observasional dan tidak dapat membuktikan hubungan sebab-akibat. "Tidak ada bukti pasti bahwa penggunaan bedak tabur menyebabkan peningkatan risiko kanker," kata McConway.
Pengumuman WHO ini muncul beberapa minggu setelah perusahaan farmasi dan kosmetik Amerika Serikat, Johnson & Johnson, sepakat untuk membayar $700 juta (sekitar Rp 11,39 triliun) untuk menyelesaikan tuduhan bahwa mereka menyesatkan pelanggan terkait keamanan produk bedak berbahan dasar Talc. Meskipun begitu, Johnson & Johnson tidak mengakui kesalahan dalam penyelesaiannya dan telah menarik produk tersebut dari pasar Amerika Utara pada tahun 2020.
Berdasarkan penelitian yang melibatkan 250 ribu perempuan di Amerika Serikat pada tahun 2020, tidak ditemukan hubungan statistik yang signifikan antara penggunaan Talc pada alat kelamin dan risiko kanker ovarium. Namun, perdebatan dan penelitian lebih lanjut mengenai potensi bahaya Talc masih terus berlanjut.
Menkes Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa Kemenkes akan terus memantau perkembangan ini dan memastikan bahwa produk yang beredar di Indonesia aman untuk digunakan. Penjelasan lebih lanjut terkait penggunaan Talc dalam produk bedak bayi di Indonesia diharapkan akan tersedia dalam pekan ini, memberikan kejelasan dan kepastian bagi masyarakat. (AB001)